Mataram NTB - Tersangka Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen-dokumen untuk penggabungan SPPT tanah seluas 6, 37 hektar di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat berinisial MM segera diadili.
Berkas perkara atas tersangka MM oleh Jaksa Peneliti sudah dinyatakan lengkap (P-21) dan akhirnya Penyidik Dit Reskrimum Polda NTB memanggil tersangka, dengan agenda perlimpahan tersangka, berkas dan barang bukti kepada jaksa pununtut umum (JPU).
Hanya saja dalam pemanggilan tersebut tersangka MM tidak hadir. Akhirnya tersangka MM dijemput paksa namun tidak dilakukan penahanan.
Dir Reskrimun Polda NTB, Komber Pol Hari Brata, membenarkan adanya pelimpahan tersangka, berkas dan barang bukti kepada JPU. “Betul, tahap dua sudah dilaksanakan kemarin, “ujarnya, Jumat (18/3).
Kasi Intel Kejari Mataram, Heru Sandika Triyana membenarkan pihaknya telah menerima pelimpahan tersangka, berkas dan barang bukti. “Memang itu sudah tahap dua dari penyidik ke jaksa pununtut umum. Kebetulan penyidiknya dari Polda pengiriman berkasnya ke Kejati. Proses di Kejari Mataram ini hanya proses administrasi untuk pengiriman tersangka dan barang bukti, ”ujarnya.
Lanjutnya, pasca tahap dua tersebut tidak lama setelah itu, pihaknya pun mellimpahkannya lagi ke Pengadilan Negeri Mataram untuk proses persidangan. “Setelah administrasi perkara itu langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Mataram. Kini tinggal menunggu penetapan untuk proses persidangan, “akunya.
Terhadap tersangka MM, Heru mengaku tidak dilakukan penahanan. Terkait apa yang menjadi pertimbangannya. Heru tidak bersedia mengomentarinya. “Saya belum tahu apa pertimbangannya JPU, ”ujarnya.
Tidak ditahannya tersangka MM ini disoroti oleh pengacara korban yaitu Erda Susantyadji Ratmara.
Pihaknya sangat menyayangkan atas tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka, dikarenakan tersangka bisa dikatakan tidak kooperatif sejak pemanggilan pertama untuk pelimpahan tersangka kepada jaksa penuntut umum yang tidak dihadiri, sehingga terjadilah penangkapan kepada tersangka.
“Seharusnya tersangka ditahan, ” ujarnya. “Apa tidak dikuatirkan jika tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulang perbuatannya lagi.”lanjutnya.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Sebab awalnya pengacara korban khawatir jika dari proses penanganan perkara atas tersangka MM ini di duga terdapat intervensi-intervensi pihak-pihak lain. “Harusnya perkara ini mendapat atensi dari penegak hukum, dikarenakan seperti yang telah disampaikan oleh Presiden, pemerintah berkomitmen penuh dengan memberantas mafia-mafia tanah, bahkan Presiden menyampaikan jangan sampai ada aparat hukum yang melakukan back up mafia tanah dan memperjuangkan hak masyarakat serta tegakan hukum secara tegas “lanjutnya.
Dalam kasus ini, MM sebetulnya tidak sendirian. Melainkan Bersama oknum aparatur sipil negara (ASN) di Lombok Barat berinisial LS. Hanya saja untuk LS penyidik sudah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Untuk itu saat ini hanya tersangka MM yang dilimpahkan. Terangka MM ini adalah anak dari calo tanah yang diminta tolong oleh ahli waris untuk menjualkan tanahnya. Hanya saja Tersangka MM diduga membuat dokumen dan keterangan palsu atas penggabungan SPPT tanah seluas 6, 37 hektar di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, dengan tujuan untuk menguasai dan memiliki tanah tersebut. Padahal PBB/SPPT telah atas nama orang-orang (korban) dan telah ada Sertifikat Haknya.
Dalam kasus ini tersangka MM dijerat dengan Pasal 263 KUHP ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan ke 2 KUHP. Ancaman hukumanya maksima 6 tahun.(red)